selamat datang di blog sebening embun

Saturday, September 18, 2010

Hakikat Manusia dan Pendidikan

A. Hakikat Manusia
Memahami manusia adalah memahami diri sendiri. Individu lain adalah representasi dari dirinya sendiri. Akan tetapi di dalam diri setiap manusia, baik sebagai individu maupun dalam suatu komunitas, tetap mengandung misteri yang tidak dapat terungkap secara tuntas. Poespowardoyo dalam buku Sekitar Manusia: Bunga Rampai tentang Filsafat Manusia, mengulas secara panjang lebar hakekat manusia dalam rangka manusia seutuhnya. Dikatakan bahwa, membicarakan manusia, baik dari sisi hidup, arti dan peranan eksistensia merupakan persoalan yang tidak pernah basi. Manusia selalu menjadi pokok permasalahan. Persoalan apapun yang terjadi di dunia ini pada dasarnya dan akhirnya berkaitan dengan manusia. Manusia merupakan tema central dalam setiap peristiwa di muka bumi ini.
Dalam kehidupan nyata terdapat berbagai pendapat tentang manusia. Manusia menurut seorang theolog, manusia menurut psikolog, manusia menurut antropolog, dan manusia menurut ahli-ahli yang lain. Masalahnya disini, bukan manusia menurut siapa. Akan tetapi adalah manusia seutuhnya, manusia sebagai manusia. Oleh karena itu, telaah terhadap persoalan manusia dapat ditempuh dengan cara memberikan makna terhadap eksistensi manusia itu sendiri.
Manusia adalah makhluk yang unik, ia adalah subjek sekaligus objek. Dirinya berpikir untuk mempersoalkan dirinya. Pandangan ini didasarkan atas filsafat yang menelaah manusia. Immanuel Kant (1724-1804), seorang filosuf terkenal pada zaman modern yang menghormati ide-ide pendidikan mengajukan beberapa pertanyaan filsafati untuk mengungkap tabir misteri manusia. Beberapa pertanyaan yang ia ajukan ialah: (1) Apakah manusia itu?; (2) Apa yang boleh saya perbuat?; (3) Apakah yang dapat saya ketahui?; (4) Apa yang saya harapkan?. Keempat pertanyaan tersebut ialah pertanyaan antropologi, etika, metafisika, dan religius. Jawaban atas keempat pertanyaan ini dapat mendekati eksistensi manusia secara utuh sebagai objek.
Antropologi mempelajari manusia beserta hasil karyanya dan hasil dari perbuatan manusia seperti cara manusia mengatasi alam sekelilingnya, sistem kehidupan sosial, perkawinan, bahasa, kesenian dan sebagainya. Dalam hal ini manusia mencoba mengerti diri sebagai realitas yang konkret dalam hubungan dengan dunia nyata dimana manusia hidup. Manusia mengakui fakta keberadaannya sebagai manusia dan tugas yang wajib ditunaikannya untuk tetap menyatakan dirinya sebagai manusia, yaitu dengan berbudaya.
Dalam etika, manusia mempertanyakan kaitan dirinya dengan norma dan sesamanya. Disini dipersoalkan mengapa suatu tindakan dikatakan baik sehingga dianjurkan untuk dilakukan, sementara yang lainnya dikatakan jelek sehingga tidak boleh dilakukan. Tindakan manusia dinilai berdasar ide-ide umum, berdasar ukuran-ukuran yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Pertanyaan metafisika mencoba mengaitkan keberadaan manusia dengan dimensi lain, yaitu zat di balik yang tampak. Realitas yang tidak tampak adalah realita ultimate (yang sebenarnya, yang dicari manusia) sehingga manusia cenderung berusaha mendapatkan kebenaran yang ultimate ini melalui jalan yang disebut religi. Pada gilirannya, kenyataan metafisik ini menghadapkan manusia dengan masalah-masalah religi. Dalam religi manusia mengikatkan diri untuk memperoleh kepuasan untuk mendapatkan jawaban dari mana ia berasal dan kemana ia akan kembali.
Pemahaman terhadap hakekat manusia dapat mendekati kebenaran (bukan kebenaran mutlak), dengan mengakui kenyataan-kenyataan sebagimana dijelaskan diatas. Dengan kata lain, upaya memahami jati diri manusia dapat dilakukan dari dimensi individual, dimensi sosial, dimensi kesusilaan, dan dimensi keagamaan.
1. Dimensi Individual
Pada dimensi individual, manusia terwujud dari ciri-ciri khas yang juga dimiliki oleh makhluk selain manusia. Sebagaimana makhluk level bawah, manusia memiliki dorongan atau keinginan untuk tetap hidup. Perbuatan-perbuatannya seolah-olah diarahkan untuk itu. Dirinya merupakan kesatuan, dimana keseluruhan bagian-bagian dari dirinya beserta aktivitas-aktivitas dari bagian-bagian tersebut seolah-olah diatur sedemikian rupa untuk melayani keinginan dan kepentingan dirinya.
Sebagai makhluk berperilaku, maka semua tingkah laku manusia itu mengandung maksud. Sebagai makhluk alamiah, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu. Ia membutuhkan makanan dan minuman agar badannya tetap sehat dan bugar. Ia membutuhkan hiburan agar tidak stres dan tidak membosankan, dan ia juga butuh belajar. Dapat dikatakan bahwa, manusia adalah makhluk yang serba butuh fisik dan rohani.

2. Dimensi Sosial
Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat untuk kelangsungan hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran, perasaan dan tindakannya serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan dalam lingkungan manusia.
Interaksi antar manusia tumbuh sebagai suatu keharusan oleh karena kondisi kemanusiaannya seperti; kebutuhan biologis dan psikologis. Kondisi manusia tersebut menuntut adanya kerjasama dengan manusia lain. Kodrat manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial, menyebabkan timbulnya bentuk-bentuk organisasi sosial yang berdiri atas landasan simbiotik-sinergistik, saling memberi manfaat atas dasar tingkah laku fisik, bersifat otomatis dan merupakan komunikasi sosial. Organisasi ini dimaksudkan sebagai sistem sosial yang berhubungan dengan status, norma, kelompok dan kelembagaan.
Status erat kaitannya dengan peranan seseorang dalam masyarakat. Status dan norma mewujudkan dirinya dalam pengakuan kelompok, karena kelompok merupakan wadah dari tingkah laku manusia secara bersama atas objek perhatian yang sama. Begitu juga dengan kelembagaan yang merupakan tingkah laku yang diorganisasi secara teratur yang menyangkut kebisaan dan adat istiadat.

3. Dimensi Kesusilaan
Manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang memperingatkan perbuatan buruk dan usaha mencegah dari perbuatan itu. Manusia pada umumnya mengetahui ada baik dan ada buruk. Pengetahuan bahwa ada baik dan ada buruk itu disebabkan kesadaran kesusilaan. Akan tetapi kesadaran ini tidak setiap saat selalu ada pada manusia. Dengan perkataan lain, hal ini belum dimiliki ketika manusia masih kecil. Memang manusia pada saat baru dilahirkan telah memiliki daya-daya sebagai sekumpulan potensi, tetapi belum dapat dipergunakan. Sebagai misal, daya mengeluarkan ungkapan melalui kata, daya mengambil keputusan dan daya tahu yang sebenarnya. Ini semua memerlukan kesadaran dan pengetahuan. Jadi, daya-daya yang telah ada sejak kecil itu baru bisa muncul dan berkembang apabila ada pertolongan dari orang lain. Perkembangannya memerlukan pendidikan, teladan dan bimbingan. Dalam perkembangannya, kesadaran etis akan berfungsi untuk memberi putusan terhadap baik buruknya suatu tindakan.

4. Dimensi Keagamaan
Untuk menjaga netralitas agar tidak bersinggungan dengan bentuk-bentuk kepercayaan dan iman pemeluk agama tertentu, maka pembahasan dimensi keagamaan didasarkan pada hubungan manusia sebagai pribadi dengan Tuhannya dari perspektif universal.
Keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan dengan akal tetapi dengan iman. Pada umumnya manusia mencari dan menekankan pentingnya keselamatan batin dan keselamatan manusia di akhirat. Agama disini mencakup kepercayaan tentang nilai dan tujuan akhir kehidupan di dunia. Adalah wajar jika rumusan tentang tujuan kegiatan pendidikan diserasikan dengan kepercayaan atau agama yang dianut individu atau kelompok.
Sebagaimana kata orang bijak: “ kenalilah dirimu sendiri, niscaya engkau akan mengenal Tuhanmu”. Dalam akal budi manusia menjadi sadar tentang dirinya sendiri. Hal ini sejalan dengan prinsip yang menjadi dasar pandangan tentang manusia, sebagaimanan yang diajukan Al-Syaibani bahwa, manusia mempunyai tiga matra yang sama sisinya, yaitu badan-akal-ruh. Ketiga matra ini menjadi kesatuan. Matra-matra yang telah menyatu ini cenderung untuk mencari kebenaran abadi dan kesediaan mengorbankan jiwa raga serta harta untuk mempertahankan kebenaran itu.
Dari Agama manusia mengambil nilai, mendapat arah dan segala dasar yang pokok. Secara naluriah manusia selalu rindu dibimbing oleh penciptanya menuju kesempurnaan hidup. Inilah dasar keagamaan yang tidak bisa diingkari.

B. Hakikat Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘paedagogiek’ yang asal katanya ‘pais’ berarti anak, ‘gogos’ artinya membimbing/tuntutan, dan ‘iek’ artinya ilmu. Jadi secara etimologi, paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan cara memberi bimbingan kepada anak. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Dalam arti luas pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan: 1. pendidikan berlangsung seumur hidup; 2. tanggungjawab pendidikan merupakan tanggungjawab semua manusia: orangtua, masyarakat, dan pemerintah; 3. bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang yang disebut manusia seutuhnya.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah pendidikan. Pengertian tersebut sebagian ada yang mendekati pengertian pendidikan yang sebenarnya, dan sebagian yang lain melihat pendidikan hanya dari satu atau sebagian sisi saja.
Beberapa istilah yang hampir sama artinya dengan pengertian pendidikan ialah: mengajar, membina, melatih, memelihara, dan mengurus anak. Istilah-istilah ini belum mewakili pengertian pendidikan yang sebenarnya. Mengajar merupakan pemberian ilmu pengetahuan yang berguna bagi perkembangan potensi kemampuan berpikir anak. Dalam hal ini, segi kognitif lebih mendapat penekanan dibandingkan segi-segi potensi yang lain. Membina merupakan kegiatan untuk membimbing seseorang dalam perkembangan hidupnya. Dalam kegiatan ini, ditekankan pada nilai afektif sehingga hasil pembinaannya dilihat dari perubahan sikap yang dibina. Proses pembinaan dapat dilakukan lewat pelatihan-pelatihan, kegiatan ekstra kurikuler, dan sebagainya.
Berbeda dari membina yang lebih menekankan pada nilai afektif, maka melatih lebih menekankan pada nilai psikomotorik. Untuk kegiatan melatih diperlukan pelaksanaan yang terus menerus sehingga dapat diperoleh keterampilan tertentu. Oleh karena itu, melatih di sini diartikan sebagai usaha memperoleh keterampilan. Adapun pengertian memelihara biasanya ditujukan untuk makhluk lainnya, seperti; hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan mengurus anak, merupakan suatu perlindungan pada anak agar mampu menjalankan hidupnya seperti yang diharapkan. Dengan demikian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar anak didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya. Oleh karenanya pendidikan hendaknya diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas anak dalam proses pembelajaran.

Referensi:
- Dwi Nugroho Hidayanto, “Pemikiran Kependidikan” ; dari Filsafat ke Ruang Kelas. Jakarta : Transwacana Jakarta, 2007.
- http://fitrianur.blogspot.com

Pengertian & Faktor-faktor Pendidikan

Bab I
Pendahuluan
Pendidikan adalah aktifitas atau usaha manusia untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi bawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan untuk memperoleh hasil dan potensi. Dengan pendidikan ini pula manusia berpikir lebih maju dan ingin selalu mengetahui sesuatu untuk menjadi tahu, karena penemuan-penemuan itu pula maka terjadilah inovasi, guna efesiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas.
Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral.
Kualitas dan kuantitas pendidikan harus diperhatikan, karena suatu bangsa akan maju apabila sistem pendidikan didalamnya dapat berjalan dengan baik.


Bab II
Pengertian dan Faktor-faktor Pendidikan
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata “didik”, mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan berasal dari kata “Pedagogi” yaitu kata “paid” artinya “anak” sedangkan “agogos” yang artinya membimbing “sehingga ” pedagogi” dapat di artikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak”.
Jadi Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah aktivitas atau usaha manusia untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi bawaan baik jasmani maupun rohani untuk memperoleh hasil dan prestasi.
Dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya, karena bagaimanapun peradaban suatu masyarakat, didalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan inspirasinya (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.
Dalam al-Qur’an kata pendidikan dikenal dengan istilah tarbiyah. Kata ini berasal dari kata rabba, yurabbi yang berarti memelihara, mengatur, mendidik. Kata tarbiyah berbeda dengan ta’lîm yang secara harfiyah juga memiliki kesamaan makna yaitu mengajar. Akan tetapi, kata ta’lîm lebih kepada arti transfer of knowladge (pemindahan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain). Sedangkan tarbiyah tidak hanya memindahkan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain, namun juga penanaman nilai-nilai luhur atau akhlâk al-karîmah, serta pembentukan karakter. Oleh karena itulah, Allah swt menyebut dirinya dengan sebutan rabb yang berarti pemelihara dan pendidik.

B. Faktor–faktor Pendidikan
Dalam aktivitas ada enam faktor pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi. Adapun ke enam faktor pendidikan tersebut, meliputi:
a) Tujuan Pendidikan
Adalah usaha pencapaian oleh peserta didik tentang hasil praktek pendidikan baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat secara luas. Dalam praktek pendidikan, baik di lingkungan keluarga, di sekolah maupun di masyarakat luas, banyak sekali tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai (dimiliki) oleh peserta didiknya.

b) Pendidik
Dalam hal ini kita dapat membedakan pendidikitu menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Pendidik menurut kodrati, yaitu orang tua dan
2. Pendidik menurut jabatan yaitu guru.
Pendidik yang bersifat kodrati sebagai orang tua, wajib pertama sekali memberikan didikan kepada anaknya. Selain asuhan, kasih sayang, perhatian dan sebagainya. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama. Sedangkan pendidik menurut jabatan adalah guru, sebagai pendidik yang menerima tanggung jawab dari; orang tua, masyarakat dan negara.
Guru sebagai pengontrol, pembimbing dan pendidik bagi peserta didik. Pendidikan yang diberikan seorang guru bukan hanya menyangkut materi atau pengetahuan saja. Tapi juga tingkah laku, akhlak serta kepribadian. Karena sekolah merupakan rumah kedua bagi peserta didik dan sebagian besar dari waktu dihabiskan di sekolah bersama teman-teman serta guru.

c) Peserta Didik
Adalah orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Peserta didik sebagai manusia yang belum dewasa merasa tergantung kepada pendidikannya, peserta didik merasa bahwa ia memiliki kekurangan-kekurangan tertentu, ia menyadari bahwa kemampuannya masih sangat terbatas dibandingkan dengan kemampuan pendidik.
Dalam pendidikan tradisional, peserta didik dipandang sebagai organisme pasif yang hanya menerima informasi dari orang dewasa. Kini dengan makin cepatnya teknologi perkembangan zaman, peserta didik dalam usia dan tingkat kelas yang sama bisa memiliki profil dan pengetahuan materi yang berbeda. Tentu hal ini tergantung pada konteks yang mendorong perkembangan peserta didik tersebut. Seperti lingkungan keseharian, lingkungan belajar, tempat belajar, dan lingkungan pendidikan optimal.
Perilaku siswa sangat erat kaitannya dengan keteladanan yang dimiliki guru. Karena seorang guru yang teladan akan mudah menggugah, mempengaruhi siswa untuk lebih giat belajar dan berusaha menciptakan perilaku yang baik dalam pribadinya. Sebagaimana yang telah dicontohkan guru sesuai dengan tuntunan profesional, guru harus memiliki kualitas kepribadian yang sedemikian rupa sebagai pribadi panutan.

d) Isi atau Materi Pendidikan
Isi atau materi pendidikan ialah segala sesuatu yang disampaikan pendidik kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

e) Metode Pendidikan
Agar interaksi dapat berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih pula metode yang tepat.

f) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi tingkah laku, dan perkembangan peserta didik. Lingkungan yang baik dan sehat akan menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif yang berdampak pada prestasi belajar peserta didik tersebut.

Bab III
Penutup
Kesimpulan
Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan peserta didik memahami pelajaran. Maka dari itu peran guru harus lebih dimantapkan dalam rangka meningkatkan pendidikan, khususnya pada pembentukan pribadi peserta didik berakhlakul karimah.
Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah menjadikan manusia sebagai insan rabbani (manusia yang berketuhanan). Pendidikan tidak hanya menjadikan manusia pintar dan menguasai ilmu pengetahuan saja, tetapi juga menciptakan insan yang bertanggungjawab dan berakhlak mulia.

Daftar Pustaka:
——— Arifin, Prof. H. Ed,. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Universitas Terbuka, 1991.
——— Ihsan, H. Fuad. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
——— Siregar, Samsinar. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Labuhan Batu, 2007.

Pengertian & Unsur-unsur Pendidikan

Seorang calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya dengan  baik jika memperoleh jawaban yang jelas dan benar tentang apa yang dimaksud pendidikan. Jawaban yang benar tentang pendidikan diperoleh melalui pemahaman terhadap unsur-unsurnya, konsep dasar yang melandasinya, dan wujud pendidikan sebagai sistem. Berikut ini akan dikaji pengertian pendidikan, unsur-unsur pendidikan, dan sistem pendidikan.

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
1. Batasan tentang Pendidikan
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
a. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.
c. Pendidikan sebagai proses penyiapan warganegara
Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.

2. Tujuan dan Proses Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
b. Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Adapun tujuan utama pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal.

3. Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
PSH bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan, PSH merupakan sesuatu proses berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Ide tentang PSH yang hampir tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu, kemudian dibangkitkan kembali oleh comenius 3 abad yang lalu (di abad 16). Selanjutnya PSH didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasian dan penstruktursn ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua. (Cropley:67)
Berikut ini merupakan alasan-alasan mengapa PSH diperlukan:
a. Rasional;
b. Alasan keadilan;
c. Alasan ekonomi;
d. Alasan faktor sosial yang berhubungan dengan perubahan peranan keluarga, remaja, dan emansipasi wanita dalam kaitannya dengan perkembangan iptek;
e. Alasan perkembangan iptek;
f. Alasan sifat pekerjaan.
4. Kemandirian dalam belajar
a. Arti dan prinsip yang melandasi
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kamauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Konsep kemandirian dalam belajar bertumpu pada perinsip bahwa individu yang belajar akan sampai kepada perolehan hasil belajar.
b. Alasan yang menopang
Conny Semiawan, dan kawan-kawan (Conny S. 1988; 14-16) mengemukakan alasan sebagai berikut:
 Perkembangan iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin lagi para pendidik(khususnya guru) mengajarkan semua konsep dan fakta kepada peserta didik.
 Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif.
 Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondidi yang dihadapi dengan mengalami atau mempraktekannya sendiri.
 Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogyanya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik.

B. UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:
1. Subjek yang dibimbing (peserta didik).
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)

Penjelasan:
1. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
b. Individu yang sedang berkembang.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.

2. Orang yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.

3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.

4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
a. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya.
b. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

C. PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM
1. Pengertian Sistem
Beberapa definisi sitem menurut para ahli:
a. Sistem adalah suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh. (Tatang M. Amirin, 1992:10)
b. Sistem meruapakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. (Tatang Amirin, 1992:10)
c. Sistem merupakan sehimpunan komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Tatang Amirin, 1992:11)

2. Komponen dan Saling Hubungan antara Komponen dalam Sistem Pendidikan.
Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen. Komponen tersebut antara lain: raw input (sistem baru), output (tamatan), instrumental input(guru, kurikulum), environmental input (budaya, kependudukan, politik dan keamanan).

3. Hubungan Sistem Pendidikan dengan Sistem Lain dan Perubahan Kedudukan dari Sistem
Sistem pendidikan dapat dilihat dalam ruang lingkup makro. Sebagai subsistem, bidang ekonomi, pendidikan,dan politik masing-masing-masing sebagai sistem. Pendidikan formal, nonformal, dan informal merupakan subsistem dari bidang pendidikan sebagai sistem dan seterusnya.

4. Pemecahan masalah pendidikan secara sistematik.
a. Cara memandang sistem
Perubahan cara memandang suatu status dari komponen menjadi sitem ataupunsebaliknya suatu sitem menjadi komponen dari sitem yang lebih besar, tidak lain daripada perubahan cara memandang ruang lingkup suatu sitem atau dengan kata lain ruang lingkup suatu permasalahan.
b. Masalah berjenjang
Semua masalah tersebut satu sama lain saling berkaitan dalam hubungan sebab akibat, alternatif masalah, dan latar belakang masalah.
c. Analisis sitem pendidikan
Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan dimaksudkan untuk memaksimalkan pencapaian tujuan pendidikan dengan cara yang efesien dan efektif. Prinsip utama dari penggunaan analisis sistem ialah: bahwa kita dipersyaratkan untuk berpikir secra sistmatik, artinya harus memperhitungkan segenap komponen yang terlibat dalam maslah pendidikan yang akan dipecahkan.
d. Saling hubungan antar komponen
Komponen-komponen yang baik menunjang terbentuknya suatu sistem yang baik. Tetapi komponen yang baik saja belum menjamin tercapainya tujuan sistem secara optimal, manakala komponen tersebut tidak berhibungan secara fungsional dengan komponen lain.
e. ¬Hubungan sitem dengan supra sistem
Dalam ruang lingkup besar terlihat pula sistem yang satu saling berhubungan dengan sistem yang lain. Hal ini wajar, oleh karena pada dasarnya setiap sistem itu hanya merupakan satu aspek dari kehidupan. Sedangkan segenap segi kehidupan itu kita butuhkan, sehingga semuanya memerlukan pembinaan dan pengembangan.

5. Keterkaitan antara pengajaran dan pendidikan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari persoalan pengajaran dan pendidikan adalah:
a. Pengajaran dan pendidikan dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Masing-masing saling mengisi.
b. Pembedaan dilakukan hanya untuk kepentingan analisis agar masing-masing dapat dipahami lebih baik.
c. Pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan pendidikan, sebab pendidikan membentuk wadah, sedangkan pengajaran mengusahakan isinya. Wadah harus menetap meskipun isi bervariasi dan berubah.

6. Pendidikan prajabatan (preservice education) dan pendidikan dalam jabatan (inservice education) sebagai sebuah sistem.
Pendidikan prajabatan berfungsi memberikan bekal secara formal kepada calon pekerja dalam bidang tertentu dalam periode waktu tertentu. Sedangkan pendidikan dalam jabatan bermaksud memberikan bekal tambahan kepada oramg-orang yang telah bekerja berupa penataran, kursus-kursus, dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan prajabatan hanya memberikan bekal dasar, sedangkan bekal praktis yang siap pakai diberikan oleh pendidikan dalam jabatan.

7. Pendidikan formal, non-formal, dan informal sebagai sebuah sistem.
Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku, misalnya SD,SMP,SMA/SMK/MAN, dan PT. Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat. Pendidikan informal adalah suatu fase pendidikan yang berada di samping pendidikan formal dan nonformal.
¬Dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, nonformal, dan informal ketiganya hanya dapat dibedakan tetapi sulit dipisah-pisahkan karena keberhasilan pendidikan dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumberdaya manusia sangat bergantung kepada sejauh mana ketiga sub-sistem tersebut berperanan.

Sumber Bacaan: 
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Landasan dan Asas-asas Pendidikan serta Penerapannya

Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, kultural, psikologis, ilmiah dan teknologi. Dalam paparan ini dipusatkan pada berbagai landasan dan asas pendidikan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan penerapannya. Landasan-landasan pendidikan tersebut adalah filosofis, sosiologis, kultural, psikologis, serta ilmiah dan teknologi. Sedangkan asasnya adalah asas Tut Wuri Handayani, belajar sepanjang hayat, dan asas kemandirian dalam belajar.

A. LANDASAN PENDIDIKAN
1. Landasan Filosofis
a. Pengertian Landasan Filosofis
Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, menyangkut keyakinan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme dan Progresivisme dan Ekstensialisme.
1. Esensialisme
Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.

2. Perenialisme
Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.

3. Pragmatisme dan Progresifme
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.

4. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.

b. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.

2. Landasan Sosiologis
a. Pengertian Landasan Sosiologis
Dasar sosiolagis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi pendidikan meliputi empat bidang:
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2. Hubungan kemanusiaan.
3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4. Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara
sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.

b. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks.
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat.

3. Landasan Kultural
a. Pengertian Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/ dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal.
Anggota masyarakat berusaha melakukan perubahan-perubahan yang sesuai denga perkembangan zaman sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nlai-nilai, dan norma-norma baru sesuai dengan tuntutan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola-pola ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.

b. Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidkan Nasional
Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari keanekaragaman masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini haruslah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara Indonesia dalam kerangka NKRI.

4. Landasan Psikologis
a. Pengertian Landasan Psikologis
Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman terhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.

b. Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Pemahaman tumbuh kembang manusia sangat penting sebagai bekal dasar untuk memahami peserta didik dan menemukan keputusan dan atau tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh kembang itu secara efektif dan efisien.

5. Landasan Ilmiah dan Teknologis
a. Pengertian Landasan IPTEK
Kebutuhan pendidikan yang mendesak cenderung memaksa tenaga pendidik untuk mengadopsi teknologi dari berbagai bidang teknologi ke dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang berkaitan erat dengan proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat perhatian yang proporsional dalam bahan ajaran, dengan demikian pendidikan bukan hanya berperan dalam pewarisan IPTEK tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar IPTEK dan calon pakar IPTEK itu. Selanjutnya pendidikan akan dapat mewujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

b. Perkembangan IPTEK sebagai Landasan Ilmiah
IPTEK merupakan salah satu hasil pemikiran manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Lembaga pendidikan, utamanya pendidikan jalur sekolah harus mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. ASAS-ASAS POKOK PENDIDIKAN
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus di Indonesia terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan tersebut. Diantara asas tersebut adalah asas Tut Wuri Handayani, asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
1. Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sistem Among perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs.R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso.
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu: Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh);Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan semangat); dan Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan).

2. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat merancang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.
Dimensivertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
Dimensihorisontal dari kurikulum sekolah yaitu keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.

3. Asas Kemandirian dalam Belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, diupayakan sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar bagi peserta didik.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator. Salah satu pendekatan yang memberikan peluang dalam melatih kemandirian belajar peserta didik adalah sistem CBSA (Cara Belajar Siwa Aktif).


Referensi:
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Aliran Pendidikan

Aliran-aliran pendidikan telah dimaulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalm kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik, pengaruhnya sampai saat ini dan dua tonggak penting pendidikan di Indonesia. 

A. ALIRAN KLASIK DAN GERAKAN BARU DALAM PENDIDIKAN
Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
1. Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Pendidikan di Indonesia.
a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke.

b. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak. 

c. Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat merusak pembawaan baik anak itu.

d. Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.

e. Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia
Di Indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi.

2. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap pelaksanaan di Indonesia
a. Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger di Jerman dengan heimatkunde, dan J. Ligthart di Belanda dengan Het Voll Leven.

b. Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yaitu:Metode Global dan Centre d’interet.

c. Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan. J.H. Pestalozzi mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.

d. Pengajaran Proyek
Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara lain dengan nam pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan persoalan secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting, utamanya masyarakat maju.

B. DUA ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA
Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran tersebut dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932 di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan.

a. Asas dan Tujuan Taman Siswa
¬¬¬Asas Taman Siswa
Ø Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya persatuan dalam peri kehidupan umum.
Ø Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekan diri.
Ø Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
Ø Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
Ø Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
Ø Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk mengobarkan segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan.
¬Tujuan Taman Siswa
Ø Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
Ø Membangun abak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.

b. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Rtaman siswa adalah menyiapkan peserta didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siwa membentuk pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan.

c. Hasil-hasil yang Dicapai
Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah melahirkan alumni alumni besar di Indonesia.

2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat).
a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut
Ø Berpikir logis dan rasional
Ø Keaktifan atau kegiatan
Ø Pendidikan masyarakat
Ø Memperhatikan pembawaan anak
Ø Menentang intelektualisme
Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti: syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya.

Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:
Ø Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
Ø Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Ø Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
Ø Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
Ø Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.

b. Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga guru atau pendidik, dan penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku pelajaran.

c. Hasil-hasil yang dicapai ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.

Sumber Bacaan:
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
fhotoku Wisudawan S2 Manajemen Pendidikan Unmul Samarinda, 30 januari 2010.
My Photo
Tarakan, Kalimantan Utara, Indonesia
" Less speak more action "
trims gan atas kunjungannya